Penelitian Petani

Mengukur, Mencatat dan Mendiskusikan Data Agro-ekosistem Harian

Mengukur curah hujan setiap hari di lahan sawah/ kebun adalah kegiatan pertama dan utama yang harus dilakukan setiap petani setelah ia setuju untuk bergabung dengan Warung Ilmiah Lapangan. Kegiatan ini adalah ciri utama pembelajaran agro-meteorologi dalam WIL. Karena itu, berangsur-angsur “pengamat curah hujan” menjadi identitas baru bagi para petani yang melakukannya.

Dibandingkan dengan komponen lainnya, curah hujan adalah parameter yang paling bervariasi baik dalam dimensi waktu maupun dimensi ruang. Dengan demikian, setiap petani dituntut untuk memahami implikasi curah hujan di lahan mereka terhadap pertumbuhan tanaman yang dapat bervariasi dari satu lahan ke lahan lain dan dari waktu ke waktu lainnya.

Para petani mengakui, berdasarkan data curah hujan yang mereka amati setiap hari, mereka dapat memahami betapa beragamnya kondisi curah hujan pada waktu dan tempat yang berbeda. Padahal lokasi mereka berdekatan satu sama lain. Alat pengukur hujan sederhana (omplong, Indramayu atau centong, Lombok Timur),  menjadi teknologi utama untuk memungkinkan petani untuk mengukur curah hujan setiap hari. Tanpa alat pengukur hujan itu, para petani tidak akan tahu berapa banyak hujan yang turun di lahan mereka.

Grafik Curah Hujan Petani

Data curah hujan harian dan data agroekosistem hasil pengamatan dicatat setiap hari di buku kecil, lalu kemudian dipindahkan ke buku besar. Data-data itulah yang menjadi bahan bagi petani ketika melakukan presentasi dan diskusi bulanan dengan akademisi dan petani lain yang hadir dalam evaluasi bulanan.

Setiap petani yang datang ke acara tersebut menggambar grafik hujan bulanan sederhana yang dapat memperlihatkan pola hari hujan dan hari basah dalam satu bulan di lokasi penelitiannya. Grafik tersebut yang dipadukan dengan data agro ekosistem dan informasi skenario musiman kemudian dijadikan salah satu rujukan dalam menentukan strategi bercocok tanam yang tepat dengan mempertimbangkan berbagai kondisi iklim dan agroekosistem seperti datangnya hujan, ketersediaan air, ketersediaan varietas, antisipasi kemungkinan terjadinya serangan hama, ketersediaan tenaga kerja, dan faktor-faktor lainnya.

Petani mengukur dan mencatat data curah hujan setiap pagi di lahannya masing-masing. Mereka juga mengamati dan mencatat keadaan lahan dan kondisi tanamannya.

Data curah hujan diukur setiap pagi antara pukul 6.30 – pukul 7.30. Kesepakatan waktu tersebut dipilih dengan pertimbangan keseragaman waktu pengamatan, sehingga data antar petani dapat diperbandingkan.

Data curah hujan harian ditulis di buku kecil yang dibawa setiap hari ke sawah.

Data curah hujan harian dicatat dalam buku kecil, lalu kemudian dipindahkan ke dalam buku besar. Ini merupakan menjadi proses edukasi bagaimana menciptakan sarana pendokumentasian data bagi para petani.\

Your content goes here. Edit or remove this text inline or in the module Content settings. You can also style every aspect of this content in the module Design settings and even apply custom CSS to this text in the module Advanced settings.

Your content goes here. Edit or remove this text inline or in the module Content settings. You can also style every aspect of this content in the module Design settings and even apply custom CSS to this text in the module Advanced settings.

Buat link ke kisah petani dari page ini

Grafik Perbandingan Curah Hujan Kab Sumedang September – November 2018

 
 

Kegiatan pengukuran curah hujan telah dilakukan oleh petani anggota APCH Sumedang sejak tanggal 4 September 2018. Meskipun petani baru mengukur curah hujan selama 3 bulan, namun data-data itu sudah dapat diolah untuk memperlihatkan keragaman curah hujan di wilayah Sumedang yang cukup beragam. Grafik berikut memperlihatkan data curah hujan yang dikumpulkan oleh petani Anggota APCH dari 24 stasiun pengamatan (5 wilayah Kabupaten Sumedang). Periode pergantian musim ke musim penghujan adalah saat yang penting untuk pengamatan, untuk mengetahui apakah musim hujan sudah benar-benar datang.

Pun menarik diamati, bahwa data-data yang dikumpulkan petani dan juga hasil pengamatan dari tanda-tanda alam terhadap kondisi tanaman tertentu, perilaku binatang dan ketersediaan mata air ternyata menunjukkan kondisi curah hujan yang masih dalam kondisi rendah, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Memang tidak ada data pembanding, bagaimanapun petani di Sumedang baru mengukur curah hujan selama 3 bulan.

Belum dapat disimpulkan apakah kondisi curah hujan dalam kondisi normal, di bawah normal atau di atas normal. Namun dari pengamatan terhadap beberapa unsur alam dan kondisi lahan tadah hujan yang masih kekurangan air, nampaknya kondisi tersebut sesuai dengan kondisi iklim global yang semakin mengarah pada kondisi El Nino seperti yang disebutkan dalam skenario musiman.