Apa itu WIL?

Arena Pemelajaran Agro-meteorologi Bagi Petani

Warung Ilmiah Lapangan atau Science Field Shops adalah arena pemelajaran “in situ”,  yakni pembelajaran agro-meteorologi oleh petani di lahannya masing-masing. WIL melibatkan proses saling belajar antarpetani, antara petani dan ilmuwan dan/atau antar petani dengan penyuluh pertanian/pemandu. WIL menawarkan satu pendekatan penyuluhan pertanian baru untuk menghasilkan pengetahuan yang dapat dipraktikkan oleh petani. WIL mengacu pada paradigma ‘Farmers’ First’ yang  menempatkan petani sebagai yang utama dan pertama dalam pengembangan kemampuan antisipasi perubahan iklim dan bukan pembelajaran instruksional satu arah.

Dalam WIL, petani adalah pembelajar yang aktif dan melakukan pengamatan dan pencatatan harian data curah hujan dan data agro-ekosistem dari lahannya masing-masing. Data-data itu didokumentasikan, dianalisis dan didiskusikan dalam pertemuan rutin dengan petani lain. Peran ilmuwan dan/atau pemandu adalah menyajikan jasa-jasa layanan berupa pengetahuan baru tentang ragam aspek agro-meteorologi yang dapat digunakan oleh petani. Ilmuwan juga mempelajari cara untuk dapat mengoperasionalkan produk-produk ilmu pengetahuan serta mencari cara yang tepat untuk merajut pengetahuan tradisional/lokal dengan pengetahuan ilmiah.

Inovasi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

  • Pendekatan lintas- dan trans-disiplin yang dikembangkan oleh dua disiplin utama, yakni agro-meteorologi dan antropologi (lintas-disiplin), serta antara ilmuwan dan komunitas petani (trans-disiplin).
  • Program pemelajaran Warung Ilmiah Lapangan dapat diwujudkan sebagai sinergi antara kegiatan penelitian kolaborasi (collaborative research) dengan kegiatan aplikasi pendampingan masyarakat oleh dosen dan mahasiswa antropologi dari Universitas Indonesia.
  • Berbeda dari program-program introduksi teknologi  atau pelatihan dalam periode waktu tertentu yang lazim dilakukan, WIL merupakan suatu bentuk komitmen edukasi berkelanjutan bagi petani. Dalam Warung Ilmiah Lapangan petani memegang peran utama sebagai subjek yang aktif melakukan kegiatan riset dan analisis sebagai sumber pengambilan keputusan mereka sendiri.
  • Hasil pemelajaran yang sudah dicapai selama ini terwujud dalam kemampuan melakukan antisipasi terhadap dampak perubahan iklim yang semakin tidak dapat diduga, tidak menentu, dan sulit diprediksi oleh petani. Kemampuan antisipasi merupakan suatu “modal utama” bagi petani untuk menghindari risiko berkurangnya produksi atau gagal panen.
  • Pemelajaran dalam Warung Ilmiah Lapangan juga mempromosikan beragam praktik pertanian yang dapat meningkatkan “daya lenting ekosistem”, serta mengurangi kerentanan (vulnerability) di tengah tekanan beragam faktor yang  memengaruhi produktivitas dan ketangguhan ekosistem pertanian. Dengan demikian, WIL diharapkan dapat berkontribusi positif bagi kondisi makro produksi “beras” yang menjadi bahan pangan pokok masyarakat Indonesia.

Paradigma "Petani yang Pertama dan Utama"

Dalam Warung Ilmiah Lapangan, petani adalah pembelajar yang aktif dalam melakukan pengamatan dan pencatatan harian data curah hujan dan agroekosistem, mendokumentasikan serta menganalisa dan mendiskusikan hasil pengamatan dan pendokumentasian itu bersama-sama.

Warung Ilmiah Lapangan (WIL) dinamakan sebagai “warung” untuk membedakannya dari “sekolah” atau suatu arena belajar yang formal, karena dalam “warung” itu petani dapat “berbelanja” pengetahuan baru dari sesama teman dan dari pihak-pihak lain. Bertukar pengalaman menjadi ajang belajar utama yang ternyata digemari oleh petani alih-alih komunikasi satu arah dengan petani sebagai pihak “penerima rekomendasi dan instruksi beragam teknologi dan paket budi daya tanaman”.

Tidak ada kurikulum standar untuk pertukaran pengetahuan di antara petani. Yang terlaksana adalah diskusi antara berbagai pihak untuk mengulas konsekuensi dari kerentanan yang ditemukan oleh petani di lahannya sendiri. Ajang diskusi dan dialog itu diharapkan berkontribusi pada penanggulangan masalah-masalah aktual.

“Mendengarkan apa yang dinyatakan dan diulas petani” sejalan dengan paradigma “Petani yang Utama  dan Pertama” atau Farmer First Paradigm yang telah dikembangkan sejak akhir tahun 1990-an oleh ilmuwan dan praktisi-pemerhati pertanian.

Upaya Penyebarluasan dan Kerjasama dengan Pemerintah

Upaya untuk mendapat dukungan pemerintah (pusat dan daerah) tidak secara mudah dapat diperoleh tanpa adanya nomenklatur “pendidikan petani” dalam rencana pembangunan jangka menengah dan anggaran belanja tahunan. Pada saat berakhirnya dukungan dana dari Indonesian Climate Change Trust Fund BAPPENAS pada awal bulan Maret 2018, hal itu tengah dirintis oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu dan Lombok Timur. Program WIL itu juga telah menghasilkan sejumlah “Petani Pemandu” dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Dinas Pertanian yang siap untuk mendampingi warga komunitas petani di wilayahnya dan wilayah lain. Kemampuan petani mengorganisasi diri untuk melaksanakan program WIL juga telah dimantapkan.

Merupakan suatu harapan dan itikad ilmuwan dan petani “pengukur curah hujan” agar kemampuan mengantisipasi perubahan iklim dapat diwujudkan secara kolektif oleh warga komunitas petani dengan dukungan pemerintah setempat. Tanpa kolektivitas, upaya yang dimiliki individu-individu petani tidak dapat berdampak positif bagi kondisi makro produktivitas dan ketangguhan produksi pertanian.