Skenario Musiman dan Antisipasi Petani
Warung Ilmiah Lapangan (WIL) memfokuskan secara khusus pada peningkatan pengetahuan petani dan meningkatkan kemampuan untuk menetukan strategi adaptasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim pada pertanian. WIL bertujuan untuk memperkaya pemahaman petani tentang rincian pola curah hujan harian, bulanan dan musiman serta implikasinya terhadap ekosistem dan pertumbuhan tanaman. Pemahaman itu diharapkan dapat meningkatkan kemampuan antisipasi terhadap situasi iklim musiman di masa mendatang. Kasus di bawah ini menunjukan contoh kasus hasil pembelajaran petani dalam WIL berupa pengayaan skema kognitif dalam membaca dan menafsirkan skenario musiman dan menerjemahkannya dalam bentuk strategi pertanian yang adaptif menghadapi keterlambatan awal musim hujan dan berlangsungnya musim kemarau yang berkepanjangan pada saat berlangsungnya El-Nino tahun 2015. Dari ketidakmampuan untuk melihat dan meramalkan fenomena di luar pengetahuan empiris mereka, petani pengamat curah hujan secara bertahap memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara kondisi iklim yang mungkin terjadi dengan pengambilan keputusan strategi antisipasi yang jitu.
Menentukan Waktu Tanam
Antisipasi menghadapi konsekuensi perubahan iklim -musim kemarau yang berkepanjangan- dilakukan oleh Dirham, petani pengukur curah hujan di desa Amis, Cikedung, Indramayu. Berdasarkan skenario musiman yang mengabarkan perihal keterlambatan awal musim hujan serta musim kemarau yang amat kering, Dirham melakukan antisipasi berupa penentuan waktu tanam yang lebih awal dibandingkan dengan petani-petani lain di hamparan sawahnya dan lebih lambat dibandingkan dengan kalender tanam yang disarankan pemerintah. Beberapa alasan mendasari penentuan waktu tanam yang dilakukan oleh Dirham.
Pertama, sadar akan kekeringan yang terjadi, Dirham tidak ingin sawahnya kekurangan air dan mengalami gagal panen. Menurutnya, walaupun sudah melakukan tanam lebih awal, ia tetap harus memasok air menggunakan sumur pantek yang membuat dirinya harus tidur di saung yang ada didekat sawahnya. Hal ini disebabkan penggunaan sumur pantek selama satu hari satu malam hingga kebutuhan air bagi sawah miliknya seluas 170 bata dapat terpenuhi. Jika awal tanam ia lakukan secara serempak, maka ia harus bersaing dengan petani lainnya untuk menggunakan sumur pantek. Menurutnya, persaingan tersebut cukup besar, karena hamparan sawah disekitar lahan miliknya tidak berwarna hitam. Tanah yang berwarna hitam, berdasarkan pengetahuan Dirham, merupakan tanah dengan kandungan air yang cukup banyak.
Alasan lain yang membuat Dirham menentukan awal tanam pada bulan Mei ialah keberadaan hama dan penyakit pada bulan Februari, Maret dan April. Berdasarkan pengetahuan yang ia dapatkan melalui WIL, hama dan penyakit hadir pada bulan Februari, Maret, dan April. Dirham mengatakan bahwa keberadaan penyakit pada bulan-bulan tersebut disebabkan oleh jumlah curah hujan yang cukup banyak namun sinar matahari terbatas. Oleh karena itu, modal yang harus ia keluarkan jika menanam pada bulan Februari, Maret ataupun April jauh lebih besar dibandingkan jika ia menanam pada bulan Mei. Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, pernyataan Dirham tersebut telah memperlihatkan bahwa antisipasi yang dilakukan didasari oleh perhitungan atas kemungkinan kerugian yang dialami di masa depan. Pada kasus Dirham serta petani lainnya, antisipasi dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi.
Konsekuensi penentuan waktu tanam
Walaupun Dirham mampu menghindari persaingan atas pemenuhan kebutuhan air bagi sawahnya, namun ia tidak dapat menghindari keberadaan hama yang menyerang lahan sawah miliknya. Ia sadar bahwa limpahan hama pada sawahnya disebabkan oleh waktu tanam yang berbeda dan tidak serempak dengan petani lainnya. Hama terbesar yang ia rasalah adalah serangan burung yang menurutnya hingga ratusan dan terlihat seperti kereta api. Menurut Dirham, hal ini terjadi karena padi miliknya merupakan satu-satunya sawah yang padinya “bunting”. Ketika sawah miliknya hampir panen, tetangga petani di hamparannya baru melakukan tanam. Upaya Dirham untuk mengusir burung-burung yang datang dilakukan dengan melibatkan seluruh angggota keluarganya. Ada dua cara yang ia terapkan, pertama membuat orang-orangan sawah. Upaya kedua Dirham ialah menggantungkan banyak kantong plastik disekitar sawah yang ia miliki. Disisi lain, penggunaan kantong plastik tidak hanya berguna untuk menakuti burung namun juga serangan tikus. Jika ia melakukan awal tanam yang serempak dengan petani lainnya, ia yakin bahwa serangan hama burung akan jauh berkurang. walau begitu, Dirham tidak menyesali keputusannya untuk menentukan waktu tanam lebih awal karena tetap mendapatkan hasil panen yang menurutnya lumayan dibandingkan dengan petani lain yang gagal panen karena kemarau panjang yang menyebabkan ketersediaan air terbatas.